Denpasar, Bali – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali akan menertibkan bangunan yang melanggar atau mengganggu daerah aliran sungai (DAS). Hal ini disampaikan Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin (15/9).
Menurutnya, langkah ini merupakan salah satu upaya mencegah terulangnya banjir besar di Bali, selain melalui metode modifikasi cuaca (OMC). Ia menegaskan Pemprov akan benar-benar mengawasi agar tidak ada lagi alih fungsi lahan secara semena-mena.
“Yang pertama, kita antisipasi jangan sampai terjadi pengalihan ahli fungsi lahan, itu yang prinsip. Apalagi lahan itu adalah lahan sawah dilindungi dan tidak boleh dilakukan konversi,” kata Giri Prasta.
Lebih lanjut, ia menyoroti kondisi DAS di Bali, khususnya Sungai Tukad Ayung, yang akan ditertibkan dari bangunan liar serta ditanami pohon untuk meningkatkan daya serap air.
“Kita wajib seluruh DAS. Contoh, misalkan di Kabupaten Gianyar sama Kabupaten Badung dengan Sungai Ayung, nanti akan sama-sama menggerakkan kekuatan yang dikomandoi oleh provinsi. Posisi baratnya itu adalah di Kabupaten Badung, posisi timurnya itu adalah Kabupaten Gianyar,” ujarnya.
“Nah ini, kita akan melakukan penertiban yang kuat, termasuk penghijauan, bertalian dengan konsep kita, itu adalah merawat bumi. Kami sudah meminta untuk sebagian mengalokasikan anggaran untuk itu,” tambahnya.
Ia juga menegaskan pentingnya penghijauan dengan tanaman penyerap air.
“Ada tanaman yang menghasilkan air dan ada juga tanaman yang menyerap air. Contoh, penyerap air itu adalah bambu, dan bambu pun puluhan lebih jenis yang ada. Nah ini harus kita lakukan dengan baik,” ujarnya..
“Dan tetap kelola yang ada jalur-jalur air, itu harus kita tangani dengan baik. Bagaimana hulu ini sampai ke hilir, jangan sampai terjadi penyumbatan-penyumbatan atau mengecil-mengecilnya saluran air yang ada,” sambungnya.
Terkait penertiban bangunan di sempadan DAS, Giri Prasta mengatakan hal itu masih dalam pembahasan bersama DPRD Bali.
“Pasti ditertibkan. (Untuk target diterbitkan) Kan sudah jalan, termasuk juga sekarang ini kan teman-teman di DPRD untuk pembahasan RTW (Rencana Tata Ruang Wilayah Bali) ini. Itu kan dalam rangkaian untuk mendata ke lapangan,” katanya.
Kemudian, terkait dengan adanya hujan deras untuk hari ini pihaknya juga menyampaikan ke BMKG agar melakukan modifikasi cuaca.
“Jadi kita harus koordinasi kuat dengan BMKG dan BPBD, Kabupaten dan Kota. Selalu melakukan sebuah antisipasi dini terkait dengan persoalan-persoalan yang ada,” ujarnya.
Kemudian, untuk antisipasi memasuki musim hujan dan bisa menimbulkan banjir besar pihaknya juga telah melakukan antisipasi jangka panjangnya.
“Untuk antisipasi jangka panjang, seperti yang saya sampaikan tadi, kita harus melakukan pendataan-pendataan di BMKG, Bagaimana kemampuan daripada curah hujan itu. Sehingga kemampuan daripada alur daya tampung (air) bisa (diketahui dan ditangani). Jangan sampai setiap tahun ada banjir. Saya kira itu jangan terjadi lagi,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam kunjungan meninjau pasca banjir besar pekan lalu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurrofiq mengatakan landscape atau lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai di wilayah Bali sudah berubah drastis sejak 2015 silam.
“Sebenarnya ini landscape (DAS) sudah berlangsung lama, mungkin di zaman Pak Gubernur (Koster) atau Pak Gubernur sebelumnya. Tapi kondisi Bali memang landscape-nya berubah sedikit yah. Tapi ini Bali, kalau yang lain berubah sampai ratusan hektare, ribuan, tidak terlalu ngaruh, tetapi Bali ini sangat berbeda,” kata dia dalam rapat terkait persoalan banjir di Bali bersama Gubernur Bali, Wayan Koster di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Denpasar, Sabtu (13/9) malam.
Dari keterangan Koster, katanya, Bali memiliki sejumlah DAS, termasuk yang berada di bawah Tukad Ayung. Sungai-sungai yang berada di bawah Tukad Ayung adalah DAS Tukad Mati, DAS Tukad Badung, DAS Tukad Singapadu dan satu tukad atau sungai lagi.
Dia mengatakan dari jumlah total luas DAS sekitar 49.500 hektare, tutupan hutan atau vegetasi hanya sekitar 3 persen saja.
“Jumlah totalnya 49.500 hektare. Kemudian dari 49.500 hektare itu yang ada pohonnya hanya sekitar 1.500 hektare atau boleh dikatakan hanya 3 persen. Tadi, Pak Gubernur juga agak kaget dan memang secara ekologis paling tidak untuk daerah aliran sungai mampu menahan ekosistem di bawahnya itu paling tidak, harus 30 persen,” jelasnya.
“Nah, ini DAS Ayung ini salah satu DAS yang penting. Karena di bawahnya ada Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan jadi itu cukup serius,” lanjutnya.
(Sumber – CNN Indonesia)

