JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan satu tersangka baru dalam penyidikan dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Tersangka tersebut adalah mantan Sekretaris Jenderal Kemenaker pada masa kepemimpinan Menteri Hanif Dhakiri, yakni Hery Sudarmanto (HS). Dengan penetapan ini, total tersangka dalam perkara tersebut bertambah menjadi sembilan orang.
“Benar, KPK telah menetapkan satu orang tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus ini, yaitu saudara HS selaku mantan Sekjen Kemenaker,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK telah mengumumkan delapan tersangka lain dalam kasus yang sama. Mereka adalah aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Berdasarkan hasil penyidikan, para tersangka diduga telah melakukan praktik pemerasan terhadap pihak-pihak yang mengajukan RPTKA dalam kurun waktu 2019–2024, yaitu ketika Ida Fauziyah menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan. Dari praktik tersebut, para tersangka diduga berhasil mengumpulkan uang hingga Rp53,7 miliar.
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan salah satu dokumen wajib yang harus dimiliki tenaga kerja asing agar dapat bekerja secara legal di Indonesia. Tanpa dokumen tersebut, izin kerja dan izin tinggal tidak dapat diterbitkan, sehingga tenaga kerja asing akan dikenai denda Rp1 juta per hari. Kondisi itu kemudian dimanfaatkan oleh para tersangka untuk meminta sejumlah uang dari para pemohon agar RPTKA mereka segera diproses.
Lembaga antirasuah itu juga mengungkapkan bahwa praktik serupa diduga telah berlangsung sejak lama, bahkan sejak masa Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, hingga Ida Fauziyah pada 2019–2024.
Setelah mengumpulkan bukti yang cukup, KPK mulai melakukan penahanan terhadap delapan tersangka sebelumnya. Penahanan dilakukan dalam dua tahap, yakni kloter pertama pada 17 Juli 2025 untuk empat tersangka, dan kloter kedua pada 24 Juli 2025 untuk empat tersangka berikutnya.
Kasus ini kini terus dikembangkan oleh KPK guna menelusuri aliran dana dan keterlibatan pihak lain yang diduga turut menikmati hasil dari praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA tersebut.
(Sumber – Republika)

