Jakarta — Ironis, biaya langganan internet di Indonesia tercatat paling mahal di Asia Tenggara, namun kecepatannya justru menjadi yang paling lambat di kawasan. Berdasarkan laporan Speedtest Global Index Desember 2024 oleh Ookla, kecepatan internet di Indonesia rata-rata hanya 28,8 Mbps untuk jaringan seluler dan 32,07 Mbps untuk fixed broadband. Angka ini jauh di bawah target pemerintah yang menargetkan kecepatan 100 Mbps.
Sebagai perbandingan, negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam memiliki kecepatan internet jauh lebih tinggi dengan biaya langganan jauh lebih murah. Data We Are Social yang dikutip Visual Capitalist menunjukkan, harga langganan internet tetap di Indonesia mencapai US$0,41 per Mbps — lebih mahal dari Filipina (US$0,14), Malaysia (US$0,09), hingga Singapura yang hanya US$0,03 per Mbps.
Kondisi ini menempatkan Indonesia dalam posisi paradoks: membayar lebih mahal untuk internet yang lebih lambat. Padahal, negara-negara seperti Vietnam, China, dan Korea Selatan mampu menyediakan internet cepat dengan harga rendah berkat investasi besar dalam infrastruktur digital dan kompetisi penyedia layanan yang ketat.
Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Wayan Toni, menyebut lambatnya kecepatan internet Indonesia disebabkan oleh terbatasnya adopsi jaringan 5G. “Kalau 5G belum meluas, maka kecepatan internet belum akan berubah,” ujarnya di DPR RI, Kamis (13/2/2025).
Pemerintah kini menyiapkan lelang frekuensi baru di pita 1,4 GHz, 700 MHz, 2,6 GHz, dan 26 GHz untuk memperluas jaringan 5G nasional. Diharapkan, dengan perluasan ini, kecepatan internet bisa meningkat menjadi 37–40 Mbps. Namun hingga kini, implementasinya masih dalam tahap persiapan.
Sementara itu, tingginya harga internet di Indonesia diperkirakan akibat keterbatasan kompetisi, tantangan infrastruktur, dan faktor regulasi yang membuat biaya investasi jaringan lebih tinggi dibanding negara lain.
Dengan biaya yang mahal dan kecepatan yang rendah, Indonesia menghadapi tantangan besar untuk mengejar ketertinggalan digital di kawasan. Pemerintah perlu mempercepat distribusi jaringan 5G dan mendorong efisiensi industri agar masyarakat tidak terus membayar mahal untuk koneksi yang lambat.
(Sumber – CNBC Indonesia)

