JAKARTA — Tim intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menangkap seorang perempuan berinisial RAS di kawasan Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025) dini hari. Penangkapan tersebut berkaitan dengan dugaan korupsi klaim fiktif jaminan kecelakaan kerja (JKK) pada BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 21 miliar.
Asisten Intelijen Kejati DKI Jakarta Hutamrin mengatakan, setelah dilakukan penangkapan dan pemeriksaan, RAS resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan pada hari yang sama. “Pengamanan (penangkapan) terhadap RAS dilakukan di area Rutan Salemba tadi subuh, pukul 04.00 WIB,” ujar Hutamrin dalam konferensi pers di Kejati DKI Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Menurut Hutamrin, perkara ini terkait dugaan praktik klaim fiktif JKK yang berlangsung dalam kurun waktu 2014 hingga 2024. Meski bukan penyelenggara negara maupun pegawai BPJS Ketenagakerjaan, peran RAS dinilai signifikan dan tidak dilakukan secara sendiri.
“Bahwa RAS dalam melakukan klaim fiktif tersebut, bekerja sama dengan oknum karyawan di BPJS (Ketenagakerjaan). Sehingga mengakibatkan kerugian negara,” kata Hutamrin.
Ia menjelaskan, modus yang digunakan RAS diawali dengan memperdaya karyawan dari sejumlah perusahaan swasta. Identitas para karyawan tersebut dipinjam dengan janji membantu pencairan BPJS Ketenagakerjaan, dengan imbalan sekitar 10 persen dari dana klaim. Dokumen yang digunakan antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), kartu BPJS Ketenagakerjaan, serta nomor rekening peserta.
“Dan iming-iming terhadap para karyawan tersebut, dengan mendapatkan uang Rp 1 sampai Rp 2 juta,” ujar Hutamrin.
Setelah memperoleh data peserta, RAS kemudian diduga memalsukan berbagai dokumen pendukung klaim JKK. “Yaitu dengan membuat surat keterangan palsu dari kepolisian, surat perusahaan, surat rumah sakit, formulir pengajuan JKK,” lanjut Hutamrin.
Dalam tahap pencairan dana, RAS kembali bersekongkol dengan pihak internal BPJS Ketenagakerjaan. “Bahwa dalam melakukan klaim fiktif tersebut, RAS bekerja sama dengan oknum karyawan BPJS. Dan dalam perbuatan tersebut, menyebabkan kerugian keuangan negara kurang lebih sebesar Rp 21 miliar,” kata Hutamrin.
Atas perbuatannya, RAS dijerat Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kejati DKI Jakarta memastikan penyidikan akan terus dikembangkan untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat, khususnya dari internal BPJS Ketenagakerjaan. “Setelah nantinya dilakukan penyidikan secara tuntas, nanti akan ketahuan oknum-oknum yang terlibat ini,” ujar Hutamrin.
(Sumber – Republika)

