JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait penyidikan dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. Pemeriksaan ini merupakan pemanggilan kedua terhadap Yaqut pada tahap penyidikan perkara tersebut.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo membenarkan agenda pemeriksaan yang digelar pada Selasa (16/12/2025). “Benar, dalam lanjutan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji, hari ini Selasa (16/12), dijadwalkan pemanggilan pemeriksaan terhadap saudara YCQ, Menteri Agama periode 2020-2024,” kata Budi kepada wartawan. Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Budi menyampaikan keyakinannya bahwa Yaqut akan memenuhi panggilan penyidik. “Kami meyakini Pak Yaqut akan hadir dalam permintaan keterangan hari ini,” ucapnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu telah menyampaikan rencana pemanggilan lanjutan terhadap Yaqut. “Ya, ditunggu saja. Saya, kami waktu itu, minggu lalu ya pengiriman suratnya, kemungkinan di minggu ini,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/12).
Kasus yang diusut KPK berkaitan dengan kebijakan pembagian tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu jemaah pada 2024, saat Yaqut masih menjabat Menteri Agama. Tambahan kuota tersebut diperoleh Indonesia setelah Presiden RI saat itu, Joko Widodo, melakukan lobi dengan pemerintah Arab Saudi.
Tambahan kuota dimaksudkan untuk mengurangi masa tunggu jemaah haji reguler yang dapat mencapai lebih dari 20 tahun. Sebelum penambahan, kuota haji Indonesia pada 2024 tercatat sebanyak 221 ribu jemaah, kemudian meningkat menjadi 241 ribu jemaah.
Namun, dalam pelaksanaannya, tambahan kuota tersebut dibagi rata, masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Padahal, Undang-Undang Haji mengatur porsi haji khusus maksimal 8 persen dari total kuota nasional. Dengan pembagian tersebut, Indonesia pada 2024 memberangkatkan 213.320 jemaah haji reguler dan 27.680 jemaah haji khusus.
KPK menilai kebijakan tersebut berdampak pada tertundanya keberangkatan 8.400 jemaah haji reguler yang telah mengantre lebih dari 14 tahun dan seharusnya bisa berangkat setelah adanya tambahan kuota. Dalam perkara ini, KPK menyebut terdapat dugaan awal kerugian negara mencapai Rp1 triliun. Penyidik juga telah melakukan penyitaan aset berupa rumah, kendaraan, serta uang dalam mata uang dolar terkait kasus tersebut.
(Sumber – DetikNews)

