SUMATERA UTARA – PT Toba Pulp Lestari (TPL), yang sebelumnya beroperasi dengan nama PT Inti Indorayon Utama (INRU), kembali menjadi sorotan publik setelah muncul tudingan bahwa aktivitas perusahaan berpotensi memicu bencana banjir di sejumlah wilayah Sumatera Utara. Perusahaan yang berdiri pada 1983 itu awalnya terkait dengan nama Sukanto Tanoto, namun data Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa ia tidak lagi menjadi pemilik.
Saat ini, pengendali terbesar TPL adalah Allied Hill Limited (AHL), perusahaan berbasis di Hong Kong yang menguasai 92,54 persen saham. Porsi lain dimiliki masyarakat, yaitu 2,14 persen dan 5,32 persen. AHL juga tercatat berada di bawah kendali pengusaha asal Singapura, Joseph Oetomo. Karena itu, perusahaan menegaskan tidak memiliki hubungan dengan Luhut Binsar Pandjaitan seperti yang kerap beredar di ruang publik.
TPL berdiri pada 26 April 1983 di bawah nama PT Inti Indorayon Utama Tbk dan mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) seluas 269.060 hektar pada 1992. Luas konsesi kemudian beberapa kali disesuaikan. Pada 2011, Kementerian Kehutanan memangkas area operasional menjadi 188.055 hektar. Hingga 2025, perusahaan tercatat memiliki izin pengelolaan 167.912 hektar yang tersebar di Aek Nauli, Habinsaran, Tapanuli Selatan, Aek Raja, dan Tele.
Seiring meningkatnya tekanan publik terkait bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera Utara, TPL menyatakan bahwa seluruh operasionalnya telah memenuhi ketentuan yang diberlakukan pemerintah. Melalui Corporate Secretary, Anwar Lawden, perusahaan menyampaikan bantahan terhadap tuduhan yang mengaitkan aktivitas industri dengan bencana.
“Perseroan menolak dengan tegas tuduhan bahwa operasional Perseroan menjadi penyebab bencana ekologi. Seluruh kegiatan Perseroan telah sesuai dengan izin, peraturan, dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang,” ujar Anwar dalam keterbukaan informasi BEI, Senin (1/12/2025).
Isu mengenai kemungkinan penutupan TPL mencuat setelah Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution meninjau sejumlah wilayah terdampak banjir, termasuk Kecamatan Tukka di Tapanuli Tengah. Rekomendasi penutupan muncul dari pimpinan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Ephorus Pdt Victor Tinambunan, bersama Sekretariat Bersama Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis serta perwakilan masyarakat adat.
Mereka menilai keberadaan TPL selama lebih dari 30 tahun menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari konflik lahan hingga dugaan kerusakan lingkungan. Rekomendasi tersebut disampaikan kepada gubernur setelah pertemuan selama dua jam pada Senin (24/11/2025).
“Dasar pertimbangan untuk rekomendasi ini, kalau PT TPL tidak ditutup, Sumatera Utara ini tidak akan pernah tenang. Kami tidak akan pernah hidup tenang,” ujar Victor seusai rapat.
Di sisi lain, TPL menegaskan bahwa hingga kini perusahaan belum menerima dokumen resmi terkait rencana tersebut karena masih menunggu proses evaluasi yang tengah dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
(Sumber – Kompas)

